NAME: Bryan
LOCATION: West Djakarta!
BIRTHDATE: July 18th
SIGN: Cancer
ETHNICITY: Batak
HEIGHT: 173 cm
WEIGHT: 70 kg
CONTACT: myranselbaleno@yahoo.com
YM: myranselbaleno


















powered by FreeFind


Powered by Blogger Pro™
Klik untuk updating blog gw ini Subscribe to receive recently updated my blog.
...for your

side only!!




a painting by Michele Garvert

Monday, December 19, 2005

Bad Memories

Hidup gw dimulai dari umur empat tahun. Karena gak ada memori apapun yang gw inget sebelum gw berumur 4 thn.

Saat itu... mungkin anak-anak seumuran gw masih berkubang menangkap ikan sepat di kolam ujung gang, gw malah menangisi kuku yang barusan dihajar penggaris kayu Bapak gara-gara gak becus menulis. Di halaman rumah gw yang luas juga dibuatkan bapak kolam ukuran 2x3 meter untuk ikan mujair. Peraturannya, gw engga boleh mainin ikan di kolam itu kecuali saat menguras kolam yang cuma satu atau dua bulan sekali.

Tempat belajar gw persis kelas di sekolah dasar. Gudang yang bangunannya terpisah dari rumah induk, persisnya di halaman belakang, sengaja direnovasi bapak agar mirip ruang kelas sesungguhnya. Papan tulis hitam, kapur, meja belajar dua buah untuk gw dan kakak, dan bangku kayu. Tak ketinggalan penggaris kayunya.... Selain berguna untuk memperkosa otak gw dengan angka-angka dan hitungan, juga dipakai untuk menghajar ketidakbecusan gw dan kakak. Waktu belajar adalah sore hari dan saat itu Emak gak pernah ada di sekitar gudang atau menyapu halaman belakang. Entahlah. Konsensus mereka, mungkin.

Pernah sekali gw menyerah karena suatu perhitungan yang rumit, penggaris bapak kembali melayang di jari. Air mata gw menetes. Tangan gempal bapak lalu menempeleng sisi kepalaku. Pusing. Dalam keadaan nanar, gw terjengkang dan tertindih kursi. Hm, mungkin sejak itu gw mulai punya temperamen keras dan jiwa kompetitif.

Masuk Taman Kanak-kanak, satu-satunya kejadian luar biasa yang gw ingat adalah gw mendorong teman sekelas saat kami berjanji adu sprint dari garis start toilet. Kepalanya retak kena pot bunga yang berada dekat pintu kelas. Gw memang sengaja mencuranginya hanya gara-gara kami menyukai seorang murid cewek. (Bingung kan... mau ketawa atau geleng-geleng kepala?) Besok pagi, emak terlihat sibuk menanak nasi kuning di dapur saat gw selesai mandi.

'Buat apa, Mak?'

'Buat Mamak dan Bapak kawanmu yang kemarin itu. Bapak dan Emak mau ke rumahnya nanti. Minta maaf. Kawanmu itu geger otak.'
Dan sejak hari itu selama seminggu, gw gak masuk sekolah. Kata emak, biar tenang dulu semuanya.

Beberapa lama kemudian gw ikut lomba melukis antar TK, kami bertemu di halaman sekolah penyelenggara. Gw gak berani lihat dia lama-lama. Mungkin gara-gara grogi atau merasa bersalah, gw mesti puas menerima Harapan I. Dia sendiri menyabet juara ke-2. Saat pulang kami mesti berpisah jalan karena dia bersama rombongan TK lain yang dibelanya.

Waktu bapak dimutasi ke Sabang (Aceh), gw masih duduk di bangku 5 SD. Kota di Pulau Wee itu benar-benar menawan hati gw hingga sekarang. Kota antik di atas pulau yang luar biasa indah. Hanya gara-gara isu GAM akan menjajah kedamaian Sabang, kami hanya bertahan setahun di sana. Dalam kurun waktu itu bapak getol menjejali gw dengan buku Siap Ebtanas (ada yang masih ingat kan... buku terbitan Aneka Ilmu itu?). Kata emak, bapak akan bangga memamerkan gw kepada keluarga di Medan nanti andai gw berhasil 'lompat' ke bangku SMP. Tapi nyatanya isu GAM lalu membuat bapak kebat-kebit. Rencananya buyar. Rumah dinas yang mungil tapi asri karena di atas bukit itu terpaksa kami tinggalkan. Rumah dengan halaman yang saban sore dijejali tetangga yang hendak menikmati sunset atau KRI Dewa Ruci yang gagah sedang turun jangkar.

Oya, ada yang terlewat. Satu-satunya karnaval kemerdekaan yang gw ikut ya saat masih di Sabang itu! Senyum selalu terhias di bibir emak selama mendandani gw dengan pakaian khas Batak Karo. Ah, ganteng lah pokoknya. Haha. Dalam barisan per SD, gw berjalan tegap karena merasa penonton di pinggir jalan seolah melihat keunikan baju gw.
Lalu gw inget lagi, gank cewek cantik-populer di kelas pernah main ke rumah gw. Mereka minta diajarin bikin kripik bayam buatan emak! Gara-garanya gw pernah bawa bekal ke sekolah dan diketawain mereka. Kripik aneh, mungkin. Tapi setelah ada salah satu cewek yang berani nyicip, eh malah ludes semua kripik bayam gw. Selama mereka di dapur, gw sibuk mematut diri di depan cermin kamar tidurku. Huhu.

Bakat gw dalam seni musik pertama kali ditemukan oleh pendeta di Sabang. Tanpa pernah menyentuh tuts organ sebelumnya, gw bisa memainkan sebait lagu 'Nurlela'. Sejak itu, bapak dan emak mendaftarkan gw kursus organ. Sebelum pulang ke Medan, emak meminta gw memberi bungkusan yang isinya dengan sepotong celana bahan. 'Jangan lupa bilang terima kasih!' pesannya. Hanya itulah imbalan selama kursus 5 bulan bagi pak pendeta yang kami mampu beri.

Saat sebagian besar masa SD gw habiskan di Medan, hanya sekali emak dan bapak mengambil rapor. Gw iri melihat teman-teman yang lain dengan ibu-bapaknya. Hadiah juara 1 yang aku borong dari kelas 1 hingga 6 SD seolah gak berarti apa-apa. Buku dan alat-tulis, tiket terusan di Taman Ria Medan, selalu dikasih ke gw dari tangan Bang Rahmat (anak asuh bapak dan emak) yang baru bangkit dari kursi tamu di ruang kelas.

Dalam masa kecilku, hanya sekali kami pernah piknik bersama. Kini tempat itu sudah hancur lebur diterjang air bah beberapa waktu lalu. Buat gw, kalau dipikir lagi di masa sekarang, piknik itu penting banget. Hubungan gw dan bapak kaku karena topik pembicaraan hanya dibuka saat duduk di meja makan atau meja belajar. Pertanyaannya pun seputar sekolah lah... tidur siang atau tidak, atau saat si bungsu Ade lahir, gw nakal sama dia atau enggak. Di meja belajar, bapak cuma tanya, 'ada PR atau tidak', atau 'mana yang kamu gak ngerti'. Blah. Variasi obrolan lain gak ada! Pernah bapak beli sepeda BMX, tapi moment belajar naik sepeda gw yang pertama... dengan kakak.

Sketsa pertama dan terakhir yang pernah bapak gambar buat gw - gw terpaksa nekat merengek saat itu - adalah kuda jingkrak. Bagus sekali, begitu nyata! Gw terharu. Selama ini gw kira bapak gak bisa ngegambar. Bahkan pernah waktu gw sering dikirim lomba lukis dan menyadari ada darah seni mengalir di diri gw...gw merasa ragu apa benar gw anak kandung bapak-emak. Karena itu tadi, gw merasa orangtua gw ga ngeh dengan potensi anaknya. Kenapa justru sekolah atau guru yang mendukung gw? Bapak hanya terfokus menilai prestasi akademik gw. Saat orangtua lain sibuk dan bangga memotret anaknya karnaval hanya dengan kamera kacangan, bapak gw yang punya Yashica E-35 entah kemana.

Yah... ini cuma curhatan akan memori yang udah lalu, kok.
Gak mempengaruhi sembah-sayang gw buat kedua insan tercinta : Bapak & Emak.

7:45 PM -
 

Comments: Post a Comment